Menjadi Pribadi yang Responsive



Hallo, Apa Kabar? Khaifa haluk? Kaisi Ho? 


Pernah dengar kata responsive/responsif sebelumnya?

Kalau menurut KBBI, definisi kata responsif adalah cepat (suka) merespon, bersifat menanggapi, tergugah hati dan bersifat memberi tanggapan (tidak masa bodoh).  Namun dalam dunia IT, sebuah aplikasi akan dikatakan baik jika ia memiliki desain yang responsive. Maksudnya desain tersebut sangat fleksibel mengikuti segala bentuk atau resolusi layar gadget. Sehingga dapat maksimal dibaca melalui ukuran gadget manapun.
Katakanlah sebuah layar dekstop memiliki layar dengan resolusi sebesar 1024px yang mampu memuat tiga buah kolom. Sedangkan sebuah smartphone katakanlah memiliki layar dengan resolusi sebesar 320px saja yang hanya mampu memuat satu kolom. Maka kolom yang lainnya tidak akan terlihat di layar smartphone, kecuali kalau kita scroll ke samping. Itu sangat tidak nyaman ketika melihat konten yang berisikan teks, gambar maupun media lainnya yang tidak proposional tata letaknya. Saya masih ingat dengan salah satu mata kuliah bernama Interaksi Manusia dan Komputer, desain yang tidak responsive sangat tidak efektif dan bikin ribet. Begitulah perkembangan teknologi yang semakin lama semakin baik dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan manusia. Tidak hanya itu, tapi juga membuat manusia lebih betah dan nyaman berlama-lama berinteraksi dengannya.
Jadi apa hubungannya antara layar gadget yang responsive dengan diri kita? Ada donk... Pengantar di atas sebenarnya hanya sekilas analoginya saja, hehe.
Jadi begini, kita sebagai seorang Muslim harus bisa menjadi pribadi yang responsive. Apa maksudnya? Maksudnya mampu beradaptasi dalam frame apapun. Tetap bisa tampil maksimal dalam ukuran 'pixel' berapapun tanpa harus melepaskan 'konten-konten' Islami yang kita bawa. Lebih bagus kalau konten yang kita bawa membuat 'user' betah berinteraksi dengan kita.
Contohnya gini...
Pertama, misalkan kita masuk kedalam ' lingkungan' dengan ukuran pixel rendah seperti QVGA (320x240). Bisa diartikan kita sedang berada di lingkungan mayoritas orang-orang yang tidak mempunyai pengetahuan Islam dengan baik. Bisa Muslim ataupun nonMuslim. Maka kita harus bisa menyampaikan 'konten-konten' Islami kepada mereka dengan cara yang sesuai dan mampu diserap maksimal oleh orang-orang yang tinggal di lingkungan tersebut. Kita tidak perlu memaksakan mereka untuk mengerti istilah-istilah fiqh. Pun juga kita tidak perlu menggunakan istilah-istilah yang sulit dimengerti oleh mereka, gunakan saja bahasa yang mudah dipahami. Sampaikan dasar-dasar Islam dan berikan kesadaran tentang dari mana mereka hidup, untuk apa mereka hidup dan kemana mereka akan kembali. Sebagai referensi, mungkin bisa ambil materi dari bab Thoriqul Iman di dalam kitab Nidzhomul Islam. Dengan begitu, insya Allah konten yang kita bawa mampu maksimal disampaikan kepada mereka.
Keduamisalkan kita masuk kedalam 'lingkungan' dengan ukuran pixel standar seperti WSVGA (1024x600). Bisa diartikan kita sedang berada di lingkungan orang-orang Muslim namun tidak mempunyai pemikiran yang Islami. Katakanlah mereka adalah orang-orang yang sekuler-liberal-kapitalis. Mereka beriman, mengakui Allah adalah Tuhan dan Muhammad sebagi Nabi. Tapi tidak mengakui aturan-aturan syariat, malah lebih condong pada fiqroh ajnabi. Nah, kalau sedang berhadapan dengan kelas yang seperti ini kita membutuhkan kesabaran lebih. Pasalnya, tipe orang-orang seperti ini sangat susah dikasih tahu, ngeyel. Mereka paling hobi mempelintir dalil sesuka hati. Lantas bagaimana cara agar kita mampu maksimal menyampaikan konten Islam kepada mereka? Hmmm agak sulit sih. Soalnya tipe orang yang seperti ini sering membuat urat tegang bin emosi. Saya hanya kasih beberapa tips pengalaman saya saja ya, hehe gapapa kan? Pertama, jangan sekali-kali pakai emosi ketika berhadapan dengan mereka apalagi sampai mengeluarkan kata-kata yang kasar dan kotor. Duh, jangan. Ingat lho, tujuan kita adalah menyampaikan konten Islam kepada mereka. Kedua, jangan terpancing atau terbawa arus oleh pembahasan mereka. Kita harus bisa menahan diri. Ketiga, kita harus punya banyak referensi dan tsaqofah yang matang. Termasuklah dalil, data dan fakta. Kan lucu kalau mau 'berperang' tapi tidak punya senjata sama sekali. Keempat, jangan sampai putus tali ukhuwah. Ingat, mereka juga saudara seiman kita. Kelima, tersenyumlah. Bukankah Rasulullah mengajarkan kita untuk senantiasa tersenyum dan berbuat baik sekalipun terhadap orang yang nyinyir dengan kita? :)
Ketigamisalkan kita masuk kedalam 'lingkungan' dengan ukuran pixel tinggi seperti QHD (2560x1440). Bisa diartikan kita sedang berada di lingkungan orang-orang yang memiliki intelektual tinggi. Katakanlah seperti para akademisi, ilmuwan, professor, dan sebagainya. Bisa Muslim maupun nonMuslim. Orang-orang yang berada dalam pixel tinggi seperti ini, biasanya lebih puas kalau berdiskusi secara ilmiah, terstruktur dan sistematis. Awal pendekatannya harus disentuh logikanya terlebih dahulu. Kalau langsung dikasih dalil sih biasanya kurang menerima. Lebih greget lagi kalau bertemu dengan orang atheis yang berada dalam pixel ini. Kita harus extra mengolah otak agar mampu menyentuh logika mereka. Dan terkadang, argumen-argumen yang disampaikan mereka cukup mampu membuat kita keder. Lalu bagaimana cara menghadapi mereka? Sampai sejauh ini saya belum pernah sih berhadapan langsung dengan orang-orang seperti ini, (kecuali dari kalangan akademisi). Mungkin Allah belum kasih kesempatan karena saya belum mampu, hehe. Tapi disini saya tetap memberi saran berdasarkan pengalaman orang-orang yang lebih mampu dibanding saya, dan berdasarkan pengamatan saya juga. Hampir sama persis dengan tips nomor dua. Pertamakita harus punya banyak referensi dan tsaqofah yang matang. Jangan lupa juga bawa sumber-sumber yang meyakinkan seperti buku, jurnal, paper, dan lain-lain. Karena biasanya orang yang seperti mereka tidak akan ngeh kalau kita tidak punya perbekalan apapun. Tapi jangan cuma dibawa saja ya, harus dipelajari dan dipahami juga. Kedua, jangan perlakukan mereka dengan cara yang sama ketika kita pakai kepada orang lain. Kalau bisa, spesialkan mereka. Pakai cara yang berbeda. Ketiga, balas argumen mereka dengan argumen yang bisa diterima akal. Jangan pakai argumen yang ngawur. Keempat, tidak perlu pakai emosi. Sekali lagi, tidak perlu. Karena itu akan merusak konten Islam yang kita bawa. Kelima, jangan terlihat konyol ketika didepan mereka. Apalagi kalau terlihat seperti kaum pseudoscience. Duh.. kalau seperti itu mereka malah semakin tidak ngeh dengan kita. Keenam, Bersabarlah. Karena sabar akan berbuah manis. Percaya deh.
Well, mungkin ini saja dulu ya untuk kali ini. Semoga ada hal bermanfaat yang bisa teman-teman ambil dari tulisan ini. Dan semoga kita semua mampu menjadi pribadi responsive, yang mampu menyampaikan konten-konten Islami dengan baik kepada umat dalam ukuran pixel berapapun. Aamiin ya robbal alamin. Allah Hafizh. 

Tak Kenal Maka Tak Sayang



Hi, Assalamualaikum


Perkenalkan, saya Sefti Rinanda. Lengkapnya sih Sefti Rinanda Ardhana Putri, tapi di segala kartu identitas nama saya cukup dicantumkan Sefti Rinanda saja (please jangan tanya kenapa). Alhamdulilah, saya sudah menyelesaikan studi S1 jurusan Sistem Informasi di STMIK GI MDP Palembang, lulus bulan September 2016, tapi wisudanya bulan April 2017 (please, yang ini juga jangan ditanya kenapa). Kalau ditanya apakah punya minat lanjut S2? Jawabannya adalah ya. Saat ini saya sedang berusaha mengejar beasiswa. Beasiswa apapun. Mohon doanya agar saya turut mampu mendedikasikan ilmu untuk kepentingan umat. 
Saya lahir dan besar di kota pempek, Palembang. Meskipun masa kecil saya tidak sepenuhnya dihabiskan di Palembang. Karena sempat pindah-pindah juga ke berbagai kota seperti Sukabumi, Bogor, Serang, Cilegon, dan Lampung. Nomaden. Saat ini saya bekerja di sebuah perusahaan developer Property Syariah. Selain itu rutinitas saya adalah mengkaji Islam, bantu mengurus rumah (maklum, karena saya anak perempuan satu-satunya), baca buku, nonton film, dsb.  
Bisa dibilang kalau saya adalah penikmat film dan musik yang baik. Karena saya menyukai hampir semua jenis film dan musik. Sebut saja film laga, action, drama, horor, komedi, romantis, saintifik, anime, dll. Juga musik pop, beat, reggae, acapella, jazz, instrumen dan sedikit rock.  
Menurut test MBTI, saya adalah pribadi ENTP yang dikenal sebagai Visionaries/Visioner & Inventor/Penemu (Haha penemu apaan ya?). Dan menurut pak Anthony Kusuma, orang yang berkepribadian ENTP itu terkategori cekatan, berbakat, pendorong, siaga, dan blak-blakan. Sanggup memecahkan masalah yang menantang, dapat menganalisa kemungkinan secara strategis, mampu membaca orang lain, tidak tertarik melakukan hal yg sama berulang-ulang, mencoba hal yang menarik minatnya, banyak bicara, punya kemampuan debat yang baik, bisa berargumentasi untuk senang-senang saja tanpa merasa bersalah, punya banyak cara untuk memecahkan masalah dan tantangan, cenderung melakukan hal baru yang menarik hati setelah melakukan sesuatu yang lain, punya keinginan kuat untuk mengembangkan diri, and Good at reading other people. (Wah... Hahaha)
Saya bisa beberapa bahasa asing, tapi terlalu expert sih. Sebut saja bahasa Inggris, Hindi, Turki, Arab dan Rusia. Semuanya saya pelajari sendiri secara otodidak, kecuali bahasa Inggris (pernah kursus soalnya). Ingin sih memperdalami bahasa-bahasa asing tersebut, tapi terkendala waktu dan biaya (halah alasan klasik). 
Sebenarnya sudah lama saya punya minat menulis, tapi belum pernah dimaksimalkan. Makanya saya buat blog ini untuk melatih menulis saya. Saya akan sangat sekali jika mendapatkan saran, nasihat dan kritik yang membangun. Piufht, semoga saja saya bisa menerbitkan buku minimal satu buah sebelum berpulang kelak. 
Well, mungkin ini saja dulu ya perkenalan singkat dari saya. Semoga betah lama-lama bertamu di blog saya yang terlalu pinky ini.
Allah Hafizh.
Powered by Blogger.

Blog Archive

About Me

My photo
Hamba Allah yang sederhana